Yang
pertama adalah ulama pewaris Nabi, warasat al-anbiya. Sedangkan yang
kedua adalah ulama su’ (jahat). Mereka inilah yang mempergunakan
ilmunya untuk mendapatkan kepuasan duniawi, termasuk menjadikannya
tangga untuk meraih pangkat dan kedudukan. Sementara itu, ulama akherat
adalah ulama yang sadar betul akan ilmu yang dimilikinya. Ulama ini
memiliki ciri-ciri antara lain, tidak memanfaatkan ilmu hanya untuk
mencari keuntungan duniawi, konsekuen dengan ucapannya, sederhana,
menjaga jarak dengan penguasa, tidak tergsa-gesa memberikan fatwa,
mementingkan kata hati.
Ulama akherat hidup bersahaja
dalam pengabdiannya yang shalih terhadap ilmu agama dan menjauhkan diri
dari upaya mengejar kebendaan dan politik. Para ulama itu lebih senang
melewatkan hari demi hari dalam kemiskinan dari pada bergaul dengan
raja dan konglomerat. Keseluruhan hidup mereka dimaksudkan untuk
menyebarkan pengetahuan dan berjuang untuk mempertinggi moral
masyarakat.
Sebaliknya, ulama dunia atau ulama su’
selalu menginginkan kekayaan dan kehormatan duniawi. Celakanya, mereka
tidak segan-segan berkhianat pada hati nurani, asalkan tujuan mereka
tercapai. Dalam kenyataannya, ulama tersebut bergaul bebas dengan
raja-raja dan pegawai pemerintah, serta memberikan sokongan moral
terhadap tindakan mereka, tak perduli baik atau buruk. Terkait dengan
ulama su’, ada ilustrasi menarik yang dipaparkan Ibnu Mas’ud : “Kelak
akan datang suatu masa tatkala hati manusia asin; ilmu tidak
bermanfaat lagi. Saat itu, hati ulama laksana tanah gundul dan
berlapiskan garam. Meski disiram hujan, namun tidak setetes pun air
tawar nan segar dapat diminum dari tanah itu.” Begitulah bila hati
ulama cenderung mencintai dunia sehingga Allah mematikan sumber-sumber
hikmah dan memadamkan pelita-pelita hidup.
Di zaman
sekarang, di mana kita hidup di negeri Muslim terbesar dunia, diakui
atau tidak, kita tengah kekurangan sosok ulama akherat, ulama pejuang,
seperti sosok Abu Abd Al-Mu’ti Muhammad Nawawi ibn Umar Al-Tanara
Al-Jawi Al-Bantani lebih dikenal Syeck Nawawi Al Bantani, Habib Salim
bin Ahmad bin Jindan, K.H. Abdullah Syafii, dan ulama pejuang lainnya.
Sebab itu, di negeri Muslim terbesar dunia ini, majalah Playboy bisa
beredar dengan legal, tingkat korupsi selalu ranking teratas di seluruh
dunia, perjudian dan prostitusi merajalela, kekayaan alam anugerah
Allah banyak diberikan kepada perusahaan-perusahaan non Muslim (Kafir),
syariat Islam dianggap ketinggalan zaman, maraknya pemurtadan,
munculannya berbagai macam aliran & pemikiran yang sudah jauh dari
tuntunan pedahulu-pendahulu kita yang shalih dan kerusakan-kerusakan
lainnya. Negeri ini memang tengah meluncur ke jurang kebinasaan,
haruskah iman dan akidah kita ikut tergadai?
Semoga
Allah memberikan taufiknya kepada kita, hingga kita dapat mengikutinya
jalan yang diridhainya sesuai dengan tuntunan Nabi kita Saw.
Semoga bermanfaat buat Pembaca & Penulis